Di era globalisasi dengan banyaknya kemudahan fasilitas. Tanpa disadari, kondisi ini membuat aktifitas fisik semakin berkurang, sehingga sebagian masyarakat mengalami “sedentary lifestyle“. Sahabat Sehat, ternyata ini bisa menyebabkan munculnya masalah kelebihan berat badan atau obesitas loh, terutama obesitas sentral atau penimbunan lemak diperut.
Obesitas sentral bisa memicu timbulnya risiko penyakit ngga menular seperti hipertensi, diabetes mellitus tipe-2, penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit kardiovaskular lainnya. Sebenarnya, seberapa bahayakah obesitas sentral?

Apa itu obesitas sentral?
Obesitas dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan distribusi lemak, yaitu obesitas viseral dan obesitas perifer. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), obesitas viseral atau obesitas sentral terjadi ketika distribusi lemak terlokalisasi pada bagian perut atau bagian atas tubuh, biasanya bentuk tubuh seperti apel. Sedangkan obesitas perifer terjadi ketika distribusi lemak tubuh terlokalisasi pada bagian bawah tubuh seperti pinggul dan paha, dengan bentuk buah pir. Kondisi ini bisa terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara asupan makanan dengan energi yang dikeluarkan.
Apa saja faktor penyebabnya?
Sahabat Sehat, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian obesitas sentral, seperti adanya gaya hidup ngga sehat misalnya tingginya konsumsi alkohol, merokok, sering mengkonsumsi makanan berlemak, kurang makan sayur dan buah, serta kurang aktifitas fisik. Tapi ngga hanya itu, kondisi mental dan emosional, peningkatan umur, perbedaan jenis kelamin, bahkan status sosial ekonomi juga berpengaruh loh.
Bagaimana cara mengetahuinya?
Nah, untuk mengetahui seseorang mengalami obesitas biasanya dilakukan dengan dengan mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat (m2). Di Indonesia, seseorang bisa disebut obesitas jika nilai IMT lebih besar dari 27,0 kg/m2. Meskipun begitu, pengukuran IMT hanya tergantung pada tinggi badan, ngga bisa membedakan massa otot dengan massa lemak tubuh.
Sedangkan pada obesitas sentral pengukurannya menggunakan lingkar perut (diukur tepat di bawah ruas tulang rusuk terakhir dan di atas pusar). Adapun batas normalnya, lingkar perut kurang dari 90 cm pada laki-laki dan 80 cm pada perempuan.
Selain itu, penilaian obesitas sentral juga bisa dilakukan dengan mengukur lingkar pinggang atau rasio lingkar pinggang-panggul (RLPP). Berdasarkan paduan dari WHO, pengukuran lingkar pinggang dilakukan dengan mengukur titik tengah antara bagian atas puncak tulang panggul dengan tulang rusuk terakhir, sedangkan lingkar pinggul diukur pada lingkaran pinggul terbesar. Bisa dikatakan berisiko tinggi mengalami obesitas jika, RLPP >0,85 pada perempuan dan >0,90 pada laki-laki.
Kenapa obesitas sentral lebih berbahaya?
Dibandingkan obesitas perifer, obesitas sentral bisa memberikan dampak yang lebih serius. Mulai dari lebih berisiko menyebabkan penimbunan lemak di dalam pembuluh darah, meningkatkan risiko disfungsi ereksi, hingga kanker. Bahkan, meskipun memiliki IMT normal, seseorang dengan obesitas sentral berisiko lebih cepat mengalami penyakit degeneratif.

Bagaimana pencegahannya?
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, terjadi peningkatan persentase obesitas usia diatas 18 tahun, yaitu 21,8% dari 14,8% pada tahun 2013. Jadi, sangat penting melakukan tindak pencegahan supaya jumlah tersebut ngga terus bertambah.
Menurut Kemenkes RI, obesitas bisa dicegah dengan, mengkonsumsi makanan sehat, bergizi seimbang, konsumsi buah dan sayur minimal 5 porsi sehari, serta membatasi konsumsi gula, garam dan lemak (GGL). Sesuai pedoman G4G1L5, konsumsi gula maksimal 4 sendok makan per hari, garam maksimal 1 sendok teh per hari, lemak maksimal 5 sendok makan per hari.
Selain itu, penting pula untuk melakukan aktivitas fisik secara teratur, seperti berolahraga, berjalan kaki, membersihkan rumah. Usahakanlah supaya berat badan kamu tetap ideal, yakni dengan IMT=18 – 23kg/m2.
Sahabat Sehat, ayo tingkatkan perilaku gaya hidup sehat mulai dari sekarang biar ngga mengalami obesitas sentral.
Editor & Proofreader: Zafira Raharjanti, STP