Pentingnya Mendeteksi Dini Gangguan Pendengaran pada Anak

Halo, Teman Sehat! Tahukah kamu bahwa 3 Maret 2021 diperingati sebagai World Hearing Day. Yap, pendengaran merupakan salah satu panca indra yang berperan penting dalam perkembangan anak usia dini. Dengan pendengaran seorang anak bisa belajar berbicara, berbahasa, melakukan sosialisasi dan perkembangan intelektual. Nah seperti apa sih yang menjadi faktor resiko gangguan pendengaran dan bagaimana pelatihan nya? Yuk simak sampai selesai informasinya.

Gangguan pendengaran pada anak merupakan suatu kondisi yang ngga nampak secara visual, sehingga mendeteksinya akan lebih sulit dilakukan. Ketika gangguan ini terjadi sejak lahir bisa berpengaruh terhadap kemampuan bicara serta ketelambatan perkembangan kognitif pada anak.

Faktor resiko terhadap ketulian pada anak

Risiko gangguan pendengaran pada anak
Foto: Pixabay.com

Nah, Teman Sehat, banyak faktor yang bisa menyebabkan gangguan pendengaran pada neonatus yang perlu kamu ketahui. Joint committee on Infant Hearing (2000) menetapkan beberapa faktor resiko tinggi terhadap ketulian antara lain:

  • Riwayat keluarga yang mengalami ketulian sejak lahir
  • Infeksi TORCH pada kehamilan
  • Kelainan kraniofasial
  • Bayi berat badan lahir rendah (BBLR)
  • Hyperbilirubinemia
  • Obat-obatan yang bersifat ototoksik
  • Meningitis bacterial
  • Nilai pemeriksaan keadaan bayi baru lahir (appearance, pulse, grimace, activity, respiration (APGAR) yang rendah
  • Riwayat dirawat di NICU lebih dari lima hari.

Kemungkinan terjadinya gangguan pendengaran bisa 10,2 kali lebih besar jika bayi memiliki beberapa faktor risiko seperti yang disebutkan di atas.

Bagaimana skrining pendengaran?

Skrining gangguan pendengaran pada anak
Foto: Pexels.com

Pada neonatus, reaksi terhadap suara yang terjadi secara mendadak dan terus menerus bisa menimbulkan respon berupa refleks Moro, mata mengedip atau bayi terbangun. Behavioral screening techniques, evoked (EOAE) atau automated ABR merupakan pilihan skrining pendengaran, tapi Interpretasi behavioral test ini bersifat subyektif, hanya bisa mendeteksi bayi dengan tuli berat aja, ngga bisa mendeteksi gangguan pendengaran ringan atau sedang ataupun tuli unilateral.

Lalu bagaimana Habilitasi (Pelatihan) pendengaran pada anak?

Deteksi dini gangguan pendengaran pada anak
Foto: Pixabay.com

Setelah kamu mengetahui anak menderita ketulian, upaya habilitasi pendengaran harus dilakukan sedini mungkin ya, karena usia kritis proses berbicara dan mendengar sekitar 2 sampai 3 tahun. Bila terjadi tuli sensorineural dengan derajat sedang atau berat, maka harus dipasang alat bantu dengar atau implant koklea  . Proses ini membutuhkan kerja sama dari dokter spesialis THT, dokter spesialis anak, audiologis, ahli terapi wicara, psikolog anak, guru khusus tunarungu dan keluarga pasien.

Nah, Teman Sehat dari informasi yang sudah kamu dapat, kamu bisa melakukan upaya sedini mungkin jika seseorang terdekat kamu sedang mengalami kondisi ini ya. Sebarkan informasi ini jika menurut kamu penting. Salam Sehat!

Editor & Proofreader: Zafira Raharjanti STP

Referensi

Jauhari. 2020. Deteksi Gangguan Pendengaran pada Anak Usia Dini.
https://media.neliti.com/media/publications/332724-deteksi-gangguan-pendengaran-pada-anak-u-58b4f342.pdf

Bagaimana gambaran hasil pemeriksaan otoacoustic emission pada bayi dengan berat badan lahir rendah di RSUP Dr M Djamil pada tahun 2017-2018.
http://scholar.unand.ac.id/43781/2/BAB%201%20%28PENDAHULUAN%29.pdf

Rundjan, L., I. Amir, R. Suwento, dan I. Mangunatmadja. 2005. Skrining Gangguan Pendengaran pada Neonatus Skrining Gangguan Pendengaran pada Neonatus Risiko Tinggi Risiko Tinggi Risiko Tinggi
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/871/805

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.