Sindrom Stockholm, Dampak Psikologis pada Korban Kekerasan

Sahabat Sehat, pernahkah kamu melihat ada korban kekerasan yang tidak melaporkan tindak kejahatan yang dia alami, dan justru membela pelaku? Yap, fenomena tersebut dikenal sebagai Stockholm syndrome atau sindrom Stockholm. Apa sebenarnya yang dialami oleh korban pada kondisi tersebut? Simak tulisan berikut, ya!

korban kekerasan
Foto: Freepik.com

Menegenal Sindrom Stockholm

Sindrom Stockholm merupkan respon psikologis yang dapat ditemukan pada korban penculikan, penyanderaan, kekerasan, hingga lingkungan yang tidak baik (toxic). Orang dengan sindrom Stockholm dapat membentuk hubungan psikologis dengan pelaku dan tidak jarang menaruh simpati kepada mereka, hingga membelanya. Beberapa profesional medis menganggap munculnya perasaan positif korban terhadap pelaku merupakan bentuk respons psikologis yang digunakan oleh korban untuk bertahan hidup selama terjadinya kekerasan dan penganiayaan.

Sindrom ini mulai muncul karena tumbuhnya ikatan psikologis antara korban dan pelaku. Kondisi tersebut dapat ditemukan ketika pelaku bersikap baik kepada korban. Perlakuan baik dari pelaku tersebut menyebabkan korban bingung terhadap emosi yang ada di dalam dirinya. Akibatnya, korban akan bersimpati kepada pelaku. Selain itu, sindrom ini juga dapat terjadi pada korban kekerasan atau perundungan yang memiliki riwayat trauma di masa lalunya. Kondisi seperti ini menyebabkan korban kekerasan atau perundungan enggan melaporkan kejadian yang dia alami pada orang lain.

Gejala Sindrom Stockholm

Sahabat sehat, ada beberapa gejala yang bisa diketahui pada penderita Sindrom Stockholm. Pertama, korban memiliki perasaan positif atau hubungan emosional yang kuat dengan orang yang melakukan kekerasan pada mereka. Kedua, korban kekerasan memiliki perasaan menolak orang yang ingin menolongnya, termasuk pihak-pihak yang berwenang.

Ketiga, korban juga mulai memahami pelaku kekerasan dan memercayai bahwa mereka memiliki tujuan dan nilai yang sama. Korban juga mulai merasa kasihan kepada pelakunya, bahkan korban menolak untuk pergi dan mencari pertolongan. Ketiga gejala tersebut dapat terjadi karena tumbuhnya situasi yang sangat emosional dan penuh tekanan yang terjadi selama korban bersama dengan pelaku.

sindrom Stockholm
Foto: Freepik.com

Penyebab Sindrom Stockholm

Penyebab langsung munculnya kondisi sindrom Stockholm belum ditemukan oleh ahli, tetapi ada beberapa dugaan yang dapat menyebabkan munculnya kondisi tersebut. Kondisi ini bisa diakibatkan karena para pelaku kekerasan menunjukkan kebaikan kepada korban atau keakraban antara pelaku kekerasan dan korban.

Adanya ikatan emosional antara pelaku dengan korban dan trauma masa kecil juga bisa menjadi salah satu penyebabnya, sehingga korban tidak mampu untuk melakukan pemberontakan pada pelaku. Penyebab lainnya, yaitu korban merasa bahwa pihak yang berwenang tidak bekerja dengan cukup baik dalam menangani aduannya.

Sindrom Stockholm akan menjadi berbahaya bagi korban kekerasan dan perundungan, karena kebenaran tidak akan terungkap jika korban tidak berkenan untuk menyampaikannya. Munculnya kondisi tersebut dapat dicegah sejak dini dengan cara melatih anak untuk menghargai diri sendiri dan mencegah terjadinya trauma psikologis pada anak.

Referensi

Anonim. 2024. Stockholm Syndrome. Cleveland Clinic. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/22387-stockholm-syndrome. Diakses pada 7 September 2024.

Begum, Jabeen. 2023. What Is Stockholm Syndrome? https://www.webmd.com/mental-health/what-is-stockholm-syndrome. Diakses pada 7 September 2024.

Anonim. 2024. Stockholm Syndrome. Mind Family. https://mind.help/topic/what-is-stockholm-syndrome/. Diakses pada 14 September 2024.

Editor & Proofreader: Zafira Raharjanti, STP

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.