Benarkah Pendidikan Dokter Berpotensi dikomersialisasikan?

Teman Sehat, apakah kamu termasuk seseorang yang impian kecilnya menjadi dokter? Yap, dokter dianggap sebagai pekerjaan yang mulia, sehingga ngga sedikit yang mengincar jalur karir ini. Tapi, pernah ngga kalian berpikir, kalau Indonesia masih membutuhkan profesi ini? Apakah pendidikannya sudah cukup berkualitas? Yuk, simak penjelasannya di sini!

Perlunya revisi payung hukum yang tepat

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sedari 2019, sudah mengusulkan pemerintah untuk merevisi Undang-Undang No. 20 tahun 2013 mengenai Sistem Pendidikan Dokter. Aturan yang biasa disingkat UU Dikdok setidaknya memiliki 8 poin kelemahan.

  1. Pembukaan dan penutupan Fakultas Kedokteran (FK) tidak diatur;
  2. Rumah Sakit (RS) pendidikan ngga sesuai kaidah pendidikan;
  3. Belum tersedianya pengawasan fungsional FK yang membuat adanya perbedaan kualitas;
  4. Pemerataan distribusi dokter di Indonesia yang perlu diatur;
  5. UU Dikdok ngga mendukung konsep kesehatan wilayah;
  6. Belum sesuainya filosofi pendidikan kedokteran World Federation of Medical Education (WFWE);
  7. Pengembangan FK ngga menargetkan peran pemerintah daerah;
  8. Belum mengatur soal pendidikan spesialis.

Sistem yang perlu diperhatikan

Hal lain yang disinggung yaitu Uji Kompetensi Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter (UKMPPD) menjadi syarat mutlak mahasiswa kedokteran menerima ijazah. UKMPPD dinilai sulit, masih banyaknya mahasiswa yang digantung karena belum menerima ijazah meskipun sudah selesai berkuliah.

Masalah lainnya, kebanyakan dari mahasiswa tersebut masih perlu membayar biaya kuliah yang ngga murah. Biaya UKMPPD dengan total 1 juta, masih bisa dimaklumi, jika dilakukan satu kali. Tapi, jika dilakukan berulang kali, akan terasa memberatkan. Peluang ini juga ‘dimanfaatkan’ beberapa lembaga mengadakan try-out berbayar.

Jumlahnya cukup tapi kurang merata

Pandemi Covid-19 menegaskan bahwa fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan, terutama dokter spesialis di Indonesia masih belum merata. Tiap tahunnya, mahasiswa pendidikan dokter di Indonesia yang lulus berjumlah ±13.000 orang yang ‘menumpuk’ di Pulau Jawa, terutama ibukota.

Insentif yang minim, jenjang karir belum jelas, hingga lingkungan yang dianggap ‘menakutkan’ membuat pilihan dokter muda membuka klinik sendiri di kota. Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mencatat dokter umum teregistrasi hampir 150 ribu orang ditambah 42 ribuan orang dokter spesialis.

Di Nusa Tenggara 1 orang dokter harus melayani hingga 5.200 orang. Belum lagi dengan fasilitas kesehatan dan stok obat-obatan yang terbatas. Ratusan Puskesmas pun diketahui masih belum memiliki dokter umum di Indonesia Timur, khususnya. Sayangnya, mungkin kondisi ini belum banyak yang tahu, ya.

Proses pendidikan dokter yang ngga mudah

Sudah menjadi rahasia umum, beban tugas dan perkuliahan yang lebih berat, membuat beberapa mahasiswa FK mundur. Sehingga membangun optimisme bagi mahasiswa kedokteran sedari awal sangatlah penting.

Lingkungan belajar yang bersahabat, tapi tetap kompetitif ditambah dengan motivasi bisa merawat orang-orang yang membutuhkan seharusnya bisa meningkatkan kesejahteraan psikologisnya. Berproses memang ngga mudah, membuat tantangan ini perlu dikalahkan pemuda.

Teman Sehat, sepertinya jurusan pendidikan dokter akan terus menjadi jurusan yang paling diminati calon mahasiswa. Terlepas dari kebutuhan perkuliahan dan praktikum yang memang cukup besar, seharusnya pemerintah bisa membuat payung hukum yang sesuai dengan kebutuhan dokter dan dokter spesialis di Indonesia.

Editor & Proofreader: Firda Shabrina, STP

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.