Teman Sehat, dalam keadaan pandemi saat ini salah satu kebutuhan yang paling banyak dicari masyarakat adalah bahan pangan. Yap, bahan pangan dalam bentuk segar maupun olahan, merupakan salah satu kebutuhan dasar untuk bisa bertahan hidup. Tapi dalam keadaan pandemi seperti ini, apakah kebutuhan bahan pangan kamu tetap tercukupi?
Ketahanan pangan
Menurut UU No. 18/2012 tentang Pangan, Ketahanan Pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai perseorangan. Hal ini terlihat dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau. Selain itu juga ngga bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk bisa hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Ketahanan pangan memiliki 3 pilar utama yaitu, ketersediaan, akses dan pemanfaatan pangan. Keadaan pandemi ini, merupakan sebuah tantangan besar untuk bisa memenuhi 3 pilar ketahanan pangan. Salah satu penyebabnya yaitu adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mendapatkan akses pangan.
Risiko yang terjadi
Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Asian Development Bank (ADB) bersama International Food Policy Research Institute (IFPRI), pada 2016-2018 ada sekitar 22 juta orang di Indonesia yang menderita kelaparan (ADB, 2019).
Sedangkan data dari World Food Program, ada sekitar 821 juta orang di seluruh dunia diperkirakan mengalami krisis pangan dan 135 juta orang menghadapi ancaman kelaparan sebelum masa pandemi covid-19 saat ini.
Hal tersebut menjadi sebuah ancaman bagi dunia dalam menghadapi ‘ancaman’ kerawanan pangan dan gizi kronis, juga risiko kelaparan yang lebih tinggi dari yang diperkirakan dampak dari terjadinya pandemi.
Apa yang bisa kamu lakukan?
Adanya ‘ancaman’ kelaparan pada masa pandemi COVID-19, menjadikan ketahanan pangan salah satu solusi untuk menghindari masyarakat dari ancaman kelaparan di Indonesia. Hal-hal yang bisa kamu lakukan, yaitu:
- Melakukan perencanaan menu yang baik sesuai dengan budget rumah tangga, dengan cara: berhenti untuk belanja hal-hal yang tidak penting, menghilangkan stigma ‘belanja ngga perlu mahal’ dan perhatiakan prinsip gizi seimbang
- Berhenti merokok, karena rokok menghabiskan 15,05% pengeluaran rumah tangga di desa, dan 9,3% pengeluaran rumah tangga di kota.
- Memprioritaskan kelompok rentan dalam rumah tangga, seperti ibu hamil, ibu menyusui, balita, dan lansia.
- Membuat Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), yaitu dengan cara memanfaatkan pekarangan rumah untuk menyediakan bahan pangan rumah tangga.
Penulis: Aulia Alfatihah
Editor & Proofreader: Firda Shabrina, STP