Masalah kekurangan gizi global sampai saat ini masih mendapatkan perhatian terutama di sebagian negara berkembang salah satunya Indonesia. Mulai dari underweight, stunting, wasting, hingga defisiensi zat gizi mikro.
Sahabat Sehat tentu ingat kan, tema Hari Gizi Nasional 2023 yang diperingati tanggal 25 Januari lalu? Yap, stunting menjadi salah satu poin yang kembali dikampanyekan. Kira-kira kenapa begitu ya? Yuk simak ulasan berikut!
Tren Status Gizi Balita di Indonesia
Status gizi yang baik pada masa bayi dan anak sangat penting untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan normal. Evaluasi status gizi pada periode kelompok umur rentan ini sangat penting dalam penyediaan data dan informasi mengenai pemetaan masalah terkini, Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) sebutannya.
Hasil SSGI 2022 menunjukkan bahwa prevalensi stunting sebesar 21.6%. Angka ini semakin menurun dari tahun 2019 dan 2021. Meskipun begitu angka prevalensi stunting ini masih tergolong menengah. Bahkan ada 6 provinsi yang tergolong tinggi yaitu Papua Barat, Aceh, NTB, Papua, Sulawesi Barat, dan NTT. Jadi, melalui momen Hari Gizi Nasional, kita semua diingatkan akan masalah yang satu ini kan?
Nah, dalam rangka mengurangi dan menangani masalah kekurangan gizi, khususnya stunting, pemerintah Indonesia tentu ngga hanya diam aja. Mereka telah mengeluarkan beberapa kebijakan dan regulasi yang diharapkan dapat berkontribusi dalam penanganan stunting. Terbagi menjadi dua jenis yaitu secara spesifik dan sensitif.
Indikator Gizi Spesifik
Indikator gizi spesifik antara lain pemberian tablet tambah darah, pemeriksaan kehamilan, imunisasi, akses pengobatan balita sakit, pemberian obat cacing, dan pemberian makanan tambahan bagi balita dan ibu hamil.
Lebih jelasnya, terdapat 11 intervensi spesifik stunting yang difokuskan saat sebelum kelahiran dan anak usia 6-23 bulan. Apa saja bentuknya?
Bagi remaja putri, dilakukan skrining anemia dan konsumsi tablet tambah darah (TTD). Bagi ibu hamil dilakukan pemeriksaan kehamilan, konsumsi tablet tambah darah (TTD), dan pemberian makanan tambahan bagi ibu yang mengalami kurang energi kronis (KEK).
Sedangkan, bagi balita dilakukan pemantauan pertumbuhan balita, ASI eksklusif, pemberian MPASI kaya protein hewani bagi baduta, tata laksana balita dengan masalah gizi, serta peningkatan cakupan dan perluasan imunisasi. Di samping itu, juga dilakukan edukasi bagi remaja, ibu hamil, dan keluarga, termasuk pemicuan bebas buang air sembarangan (BABS)
Indikator Gizi Sensitif
Berbeda dengan intervensi spesifik, intervensi sensitif tidak langsung ditujukan pada balita, ibu hamil, atau remaja putri yang merupakan kelompok sasaran. Indikator gizi sensitif, antara lain akses sanitasi layak, jaminan kesehatan, pedidikan anak usia dini, keluarga berencana, ketahanan pangan keluarga, keragaman pangan balita, maupun bantuan sosial lainnya.
Kurang gizi yang terjadi pada awal masa anak-anak memiliki konsekuensi yang serius. Risiko yang disebabkan oleh kekurangan gizi dalam jangka pendek adalah meningkatnya angka kesakitan dan angka kematian, gangguan perkembangan, serta meningkatnya beban ekonomi untuk biaya perawatan dan pengobatan anak yang sakit. Jangka panjangnya menyebabkan menurunnya kesehatan reproduksi, konsentrasi belajar, dan rendahnya produktivitas kerja.
Jadi, Sahabat Sehat, utamanya yang merupakan ibu maupun calon ibu, perhatikan benar ya apa yang menjadi pemicu stunting. Semoga stunting di Indonesia semakin menurun demi generasi bangsa yang cemerlang. Keep healthy family!
Editor & Proofreader: Zafira Raharjanti, STP