Sahabat sehat, remaja puteri akan mengalami siklus reproduksi mulai dari masa pubertas, pernikahan, kehamilan dan melahirkan anak. Supaya anak sehat saat lahir diperlukan status gizi ibu yang baik sebelum konsepsi dan saat hamil. Namun jika terjadi pernikahan pada usia remaja usia 10-18 tahun akan berisiko terhadap kualitas anaknya termasuk stunting di masa akan datang.

Fakta Pernikahan Usia Muda
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (UU No.35 tahun 2014 Pasal 1 ayat 1). Pernikahan anak adalah perkawinan anak yang berusia dibawah 18 tahun. Indonesia menduduki peringkat ketujuh secara global dalam jumlah total pernikahan usia remaja. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, satu dari 9 perempuan di Indonesia menikah diusia sebelum 18 tahun.
Tingkat pernikahan usia muda diketahui lebih tinggi di daerah pedesaan dibandingkan perkotaan. Menurut salah satu penelitian anak perempuan di pedesaan mempunyai kemungkinan 3 kali lebih besar untuk dinikahkan sebelum usia 18 tahun dibandingkan anak perempuan di perkotaan. Sedangkan hasil Riskesdas 2018 menyebutkan bahwa 60% perempuan usia 10-18 tahun pernah hamil.
Faktor yang mendorong tingginya pernikahan anak di Indonesia sangatlah kompleks. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya pendidikan, norma sosial, keyakinan, kemiskinan, dan kehamilan remaja. Setiap daerah, komunitas dan wilayah penyebabnya bisa saja berbeda, terkadang saling terkait tapi seringkali sulit untuk menentukan penyebab utama.

Hubungan Usia Pernikahan dengan Stunting
Stunting masih menjadi masalah gizi utama di Indonesia, salah satu faktor yang berkaitan terjadinya stunting adalah usia ibu saat menikah. Berdasarkan penelitian Restiana di tahun 2020 didapatkan prevalensi pernikahan usia muda sebesar 38.5% dan kejadian stunting sebesar 40%.
Terdapat hubungan bermakna antara perkawinan usia muda dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan (p=0.001). Di Indonesia, sebesar 43,5 % kasus stunting terjadi pada anak berumur di bawah tiga tahun dengan usia ibu 14-15 tahun dan 22,4 % dengan rentang usia 16-17 tahun.
Ngga Terpenuhinya Kebutuhan Gizi
Secara psikologis anak remaja belumlah matang, pengetahuan mengenai kehamilan dan pola asuh anak yang baik dan benar masih terbatas. Selain itu remaja masih membutuhkan gizi optimal untuk pertumbuhan dan perkembangannya hingga usia 21 tahun. Nah, jika mereka sudah menikah pada usia remaja, maka tubuh ibu akan berebut gizi dengan bayi yang dikandungnya.
Rongga panggul yang optimal akan mempermudah kelahiran bayinya kelak. Pertumbuhan tulang pinggul sejak anak-anak akan berlangsung setelah melewati usia 18 tahun dan akan terus berlangsung hingga usia 23 tahun. Sebelum usia tersebut pertumbuhan tulang pinggulnya belum sempurna, jadi kalau terjadi perkawinan pada usia dini dan terjadi kehamilan, perkembangan janin dalam kandungan bisa jadi kurang sempurna. Proses persalinan berpotensi mengalami masalah komplikasi yang berisiko pada kelangsungan hidup ibu dan bayinya.
Selain itu, anak perempuan yang pendek (stunted) apabila menikah pada usia dini cenderung akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Masyarakat dengan keterbatasan ekonomi pun akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan gizi anaknya. Apabila dalam tumbuh kembang anaknya kebutuhan gizi ngga terpenuhi, maka anak akan tumbuh menjadi generasi yang stunted pula.
Sahabat sehat, dengan peningkatan pendidikan, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, diharapkan akan meningkat pula kesejahteraan dan kualitas hidup. Perempuan yang berdaya dengan status kesehatan dan gizi baik dapat mendukung peningkatan kesejahteraan keluarganya dan akan dapat memelihara kesehatan diri dan keluarganya dengan baik sehingga mampu mencegah terjadinya stunting.
Editor & Proofreader: Zafira Raharjanti, STP