Halo Sahabat Sehat! Sudah tahu apa itu stunting? Kondisi ini terjadi akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Anak stunting mengalami hambatan pertumbuhan, ditunjukkan dengan tinggi badan yang tidak sesuai menurut umurnya. Menurut Survei Status Gizi Balita Indonesia, jumlah balita stunting di Indonesia masih tinggi yaitu sekitar 27% pada tahun 2019.
Penurunan stunting pun masih menjadi salah satu fokus pemerintah dalam pembangunan kesehatan tahun 2020-2024. Apakah stunting perlu diwaspadai? Ya! Stunting menyebabkan dampak jangka panjang, baik kondisi fisik maupun mental dapat terganggu. Lantas bisa ngga sih deteksi stunting pada anak sejak dini? Berikut tipsnya!

Ukur panjang dan berat badan anak saat lahir
Dikutip Media Gizi Indonesia (2015) dan Jurnal Amerta Nutrition (2019), panjang lahir kurang dari 48 cm dan berat badan lahir rendah kurang dari 2500 gram lebih berisiko mengalami stunting, loh. Ketahui panjang dan berat badan anak ketika lahir, supaya stunting bisa dideteksi lebih awal dan anak bisa mendapat penanganan yang tepat, khususnya penanganan dari asupan gizinya.
Rajin ke Posyandu
Hal ini bisa jadi menjadi cara paling mudah untuk deteksi stunting lebih awal pada anak. Dengan rajin ke posyandu, bisa diketahui berat dan tinggi badan anak, dari hal tersebut bisa diketahui “Apakah tinggi badan ana bertambah atau tidak?”
Mungkin orang tua akan sulit menyimpulkan sendiri apakah anaknya stunting atau tidak. Ngga perlu khawatir, di posyandu terdapat kegiatan “5 meja” artinya ada lima bentuk pelayanan yang wajib ada. Nah, pada meja ke-5 seharusnya terdapat penyuluhan atau konsultasi dengan bidan atau petugas medis lain.
Apabila anak terdeteksi mengalami masalah gizi, misal berat badan tidak naik, berada dibawah garis merah, kurus, atau stunting. Maka, harusnya pada meja lima orang tua diajak diskusi, kira-kira apa yang menyebabkan anak stunting, dan bagaimana mengatasi masalah itu. Jadi, yuk rajin ke posyandu!

Bandingkan tinggi badan anak
Mungkin orang tua menyadari anak memiliki berat badan yang ngga naik, namun hanya memberikan makanan tambahan, tanpa melakukan konseling. Mungkin juga hanya mengecek tinggi badan anak secara rutin, tanpa tahu bagaimana pertumbuhan anak yang semestinya.
Cobalah untuk membandingkan tinggi badan anak dengan anak lain yang memiliki umur sama. Jika anak punya tinggi badan lebih rendah, maka hal tersebut patut diwaspadai. Tips ini hanya untuk sekadar memperkirakan apakah anak mengalami stunting atau tidak, bukan untuk menyatakan bahwa anak mengalami stunting.
Stunting tetap dinyatakan dengan melakukan perhitungan tinggi atau panjang badan berdasarkan nilai Z-Score dan kategori yang dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak. Jadi, jalan terbaik adalah tetap konsultasikan kesehatan anak dengan petugas medis pada pelayanan kesehatan dan jangan sampai ‘self diagnose’, ya!
Itulah tiga tips deteksi stunting pada anak yang bisa Sahabat Sehat terapkan. Yuk, cegah dan atasi stunting sedini mungkin!
Editor & Proofreader: Zafira Raharjanti, STP