Anemia Memperparah Covid-19

Badan Kesehaan Dunia (WHO) menyatakan bahwa anemia karena kekurangan zat besi menjadi salah satu dari sepuluh penyakit yang paling banyak dialami, dengan angka kematian bayi dan dewasa yang tinggi. Ternyata, ada hubungan antara anemia dan risiko terkena COVID-19 loh! Yuk, lihat penjelasan berikut!

Tingginya jumlah penderita anemia

Anemia merupakan kondisi dimana jumlah dan ukuran sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin (protein dalam sel darah merah) berada di bawah nilai batas yang ditetapkan, sehingga bisa mengganggu proses pengangkutan oksigen dalam darah. Ternyata, anemia bisa menjadi salah satu tanda bahwa seseorang memiliki kualitas asupan gizi dan kesehatan yang buruk loh!

Dibandingkan beberapa negara tentangga seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Vietnam, Filipina dan Thailand, Indonesia memiliki jumlah kasus anemia tertinggi. Bahkan di tahun 2016, sekitar 42% ibu hamil di Indonesia mengalami anemia.

Bukan cuma ibu hamil, siapapun berisiko menderita anemia, terutama jika kualitas asupan gizi yang dikonsumsi sehari-hari rendah. Kelompok yang paling rawan mengalami anemia, yaitu balita, remaja putri, ibu hamil, lansia, dan penderita penyakit kronis.

Menurunya imunitas tubuh

Pada masa pandemi seperti ini, tubuh memerlukan imunitas yang baik sehingga ngga mudah terinfeksi virus SARS-CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2. Tapi, ketika mengalami anemia, tubuh menjadi lebih rentan terinfeksi karena imunitas tubuh berkurang.

Jika jumlah hemoglobin pada penderita COVID-19 rendah, kemampuan tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen bisa terganggu. Hal ini disebabkan karena terjadi hipermetabolik atau menigkatknya proses metabolisme selama masa infeksi.

Hubungannya dengan Covid-19

Penelitian terhadap 9.912 penderita COVID-19, dibuktikan bahwa anemia berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi COVID-19 yang lebih parah. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal sepeti berikut:

  • Dalam sistem peredaran darah, hemoglobin berfungsi sebagai pembawa oksigen ke organ-organ di dalam tubuh. Ketika konsentrasi hemoglobin dalam peredaran darah rendah, maka pengangkutan oksigen ke beberapa organ dalam tubuh bisa terganggu. Hal tersebut menyebabkan hipoksia yang pada akhirnya mengakibatkan beberapa organ ngga bisa berfungsi dengan baik, khususnya organ pernafasan.
  • SARS-CoV-2 bisa berinteraksi dengan hemoglobin pada sel darah merah. Interaksi tersebut menyebabkan virus merusak rantai hemoglobin dan menyebabkan hemolisis (kerusakan sel darah merah). Oleh karena itu, orang-orang yang mengalami anemia disarankan untuk melakukan upaya pencegahan ekstra untuk meminimalkan risiko paparan virus.

Bisa memperburuk gejala

Menurut hasil penelitian lainnya pada 14.044 penderita COVID-19 dari semua umur, kadar hemoglobin yang rendah bisa mempengaruhi tingkat keparahan penyakit bagi penderita COVID-19.

Bila seseorang yang mengalami anemia terinfeksi SARS-CoV-2, diperkirakan bisa mengalami gejala COVID-19 yang lebih parah. Bahkan kemungkinannya mencapai 3,47 kali lebih tinggi dari yang dialami penderita COVID-19 tanpa anemia. Oleh karena itu, tenaga kesehatan perlu lebih peka terhadap kadar hemoglobin penderita COVID19.

Seseorang yang menderita anemia, perlu lebih waspada terhadap penyebaran COVID-19 supaya bisa meminimalisir risiko yang mungkin terjadi. Teman Sehat, tetap patuhi protokol kesehatan, karena itu merupakan salah satu cara untuk melindungi diri dan orang-orang terdekat dari paparan virus SARS-CoV-2. Semoga artikel ini bermanfaat ya!

Editor & Proofreader: Zafira Raharjanti, STP

Referensi

WHO. (1964). Iron Deficiency Anaemia. The British Journal of Clinical Practice, 18, 641–652.
https://doi.org/10.1177/1755738014535565
Diakses pada 6 januari 2021

Benoit, J. L., Benoit, S. W., de Oliveira, M. H. S., Lippi, G., & Henry, B. M. (2020). Anemia and COVID-19: A prospective perspective. Journal of Medical Virology, 4–7. https://doi.org/10.1002/jmv.26530
Diakses pada 6 januari 2021

Hariyanto, T. I., & Kurniawan, A. (2020). Anemia is associated with severe coronavirus disease 2019 (COVID-19) infection. Transfusion and Apheresis Science, 59(6), 102926. https://doi.org/10.1016/j.transci.2020.102926
Diakses pada 6 januari 2021

Taneri, P. E., Gómez-Ochoa, S. A., Llanaj, E., Raguindin, P. F., Rojas, L. Z., Roa-Díaz, Z. M., Salvador, D., Groothof, D., Minder, B., Kopp-Heim, D., Hautz, W. E., Eisenga, M. F., Franco, O. H., Glisic, M., & Muka, T. (2020). Anemia and iron metabolism in COVID-19: a systematic review and meta-analysis. European Journal of Epidemiology, 35(8), 763–773.
https://doi.org/10.1007/s10654-020-00678-5
Diakses pada 6 januari 2021

Tao, Z., Xu, J., Chen, W., Yang, Z., Xu, X., Liu, L., Chen, R., Xie, J., Liu, M., Wu, J., Wang, H., & Liu, J. (2020). Anemia is associated with severe illness in COVID-19: A retrospective cohort study. Journal of Medical Virology, 0–1.
https://doi.org/10.1002/jmv.26444
Diakses pada 6 januari 2021

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.