Halo Sahabat Sehat! Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik atau emosional yang kurang menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan. Rasa sakit menggambarkan adanya perasaan ngga nyaman, sebagaii penanda bahwa terdapat suatu gangguan dalam tubuh.
Teori yang berkembang saat ini beranggapan bahwa proses nyeri yang dialami oleh setiap orang adalah sama. Lantas bagaimana dengan jenis kelamin yang berbeda? Apakah perempuan dan laki-laki merasakan rasa sakit yang sama?
Perbedaan menahan rasa nyeri
Kemampuan seseorang dalam menahan nyeri bisa saja berbeda, tergantung pada setiap toleransi dan ambang batas nyeri. Toleransi mengacu pada berapa jumlah rasa nyeri tanpa membuat seseorang tak sadarkan diri. Sedangkan ambang batas nyeri adalah titik ketika adanya stimulus atau rangsangan baik mekanis, suhu atau kimiawi akan menyebabkan rasa sakit pada tubuh.
Konon kabarnya, perempuan memiiki toleransi nyeri yang lebih tinggi daripada laki-laki? Contohnya saat seorang perempuan mengalami nyeri haid dan melahirkan. Nyeri muncul akibat interaksi antara jaringan saraf dan otak. Ketika ada stimulus, maka saraf akan menyampaikan sinyal ke otak yang kemudian otak mempersepsikannya sebagai nyeri, dan tubuh bisa meresponnya dengan refleks menghindar.
Perempuan dan laki-laki dalam menahan rasa sakit juga bergantung pada interaksi tersebut. Faktor lainnya adalah usia, jenis kelamin, genetik, penyakit kronis, gangguan psikologi, sugesti, dan pengalaman.
Alasan di balik menahan rasa nyeri
Adanya perbedaan faktor biologis, psikologis, dan sosial menjadikan rasa nyeri tertahan yang dialami laki-laki dan perempuan pun berbeda. Pertama, faktor biologis menunjukkan keberadaan hormon seks (estrogen dan testosteron) berpengaruh terhadap kemampuan menahan rasa nyeri.
Kedua, faktor psikologis dan sosial. Nyeri yang muncul tentu akan membuat seseorang ingin segera mendapatkan perawatan medis supaya nyeri bisa tertangani dengan baik. Perempuan memiliki banyak cara untuk mengelola rasa nyeri dan mengalihkan perhatian daripada laki-laki.
Nyeri memang subyektif, beragam penelitian yang pun mengalami kendala mengenai faktor ini. Hasil penelitian dari berbagai studi melaporkan bahwa perempuan memiliki sensitivitas yang lebih besar terhadap rasa nyeri. Sedangkan, secara ilmiah, laki-laki lebih toleran daripada perempuan, karena laki-laki banyak melepaskan senyawa biokimia sebagai penghilang rasa sakit, misalnya beta endorfin.
Kepekaan terhadap rasa sakit yang dialami perempuan memiliki banyak faktor yag terlibat. Menurut penelitian di Stanford University School of Medicine, nyeri yang pernah dialami oleh perempuan, baik melahirkan atau menstruasi, bisa meningkatkan kepekaan perempuan dalam menahan nyeri. Hal ini bisa menjadi alasan mengapa perempuan lebih tahan terhadap nyeri.
Meskipun begitu, Sahabat Sehat perlu mengingat kembali bahwa penilaian terhadap nyeri bersifat sangat subyektif.
Editor & Proofreader: Zafira Raharjanti, STP