Dalam rangka mempercepat penurunan angka stunting, kini program 8000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) telah ditetapkan sebagai program lanjutan dari program 1000 HPK. Mengapa perlu dilakukan hingga 8000 hari?
Mengenal Program 8000 HPK
Tanpa menghilangkan program 1000 HPK, program 8000 HPK dilakukan sebagai program lanjutannya. Pencegahan masalah gizi tidak hanya berjalan hingga 1000 hari atau anak usia 2 tahun, tetapi ditambah 7000 hari alias hingga remaja akhir usia 19 tahun.
Sasarannya bukan hanya bayi dan balita, tapi hingga masa remaja yang penting sebagai calon ibu. Program ini juga menjadi bagian untuk menciptakan generasi sehat dan unggul, serta menanggapi triple burden malnutrisi, yaitu stunting, kurang gizi, dan defisiensi zat gizi mikro, seperti anemia.
Menurut Mufdlilah ketua AIPKEMA Indonesia, 8000 HPK mencakup 3 fase, yaitu pertama, fase pertumbuhan dan konsolidasi anak dimana pada usia 5-9 tahun masalah kurang gizi dan infeksi jadi tantangan.
Kedua, fase percepatan pertumbuhan pada usia 10-14 tahun ketika terjadi pubertas dan perubahan fisiologis. Ketiga, fase pertumbuhan konsolidasi remaja 15-19 tahun, ada restrukturisasi otak lebih lanjut sebagai penentu kesehatan seumur hidup.
Program dalam 8000 HPK sebenarnya bukan program baru. Namun, pelaksanaannya belum maksimal. Hasil penelitian di Kota Jogja dalam Prosiding Midwifery Science Session mengungkap bahwa, butuh optimalisasi program yang sudah ada di sekolah dan di masyarakat.
Menanggapi Permasalahan Remaja Sebagai Calon Ibu
Menangani masalah gizi juga diperhatikan sejak remaja putri yang merupakan calon ibu di masa depan. Namun, penelitian menunjukkan anemia pada remaja putri masih menjadi masalah di Indonesia, yaitu 26,8% pada usia 5-14 tahun dan 32% pada usia 15-24 tahun.
Faktanya pemerintah sudah memiliki program pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) untuk mencegah masalah anemia pada remaja putri. Namun, penelitian menunjukkan kepatuhan remaja dalam konsumsi suplemen zat besi tersebut masih kurang.
Kemenkes memaparkan dari 12,1 juta remaja, ada 68,5% atau 8,3 juta yang tidak konsumsi TTD sehingga berisiko anemia. Anemia sendiri jika terus berlanjut hingga kehamilan maka akan berisiko bahaya untuk keselamatan ibu dan anak.
Optimalisasi Program 8000 HPK
Optimalisasi 8000 HPK tidak terlepas dari pendekatan Continuum of Care (CoC) yang mana ada intervensi berkelanjutan dari anak usia sekolah dan remaja, dewasa muda, hamil dan janin, proses bersalin dan bayi baru lahir, bayi dan ibu menyusui, balita, hingga nantinya masuk fase usia sekolah dan remaja.
Hasil literature review dalam Amerta Nutrition menunjukkan intervensi spesifik pemberian edukasi gizi, stunting, higiene sanitasi, dan pernikahan dini mampu menumbuhkan kesadaran dan persepsi yang benar untuk cegah stunting.
Selain itu, penting untuk pemenuhan asupan zat gizi mikro, pola makan gizi seimbang, asupan tinggi kalsium, serta pemberian suplementasi multi mikronutrien yang berisi zat besi, asam folat, dan vitamin B12 penting untuk cegah ibu hamil anemia yang berisiko melahirkan anak lahir berat badan rendah dan stunting.
Oleh karena itu program 8000 HPK tentu butuh melibatkan lingkungan keluarga, sekolah, komunitas, dan pelayanan kesehatan, bahkan lintas sektor selain kesehatan guna mendukung semua siklus kehidupan dalam 8000 hari.