Sahabat Sehat, akhir-akhir ini seruan ‘cegah stunting’ bergema di seluruh penjuru Indonesia. Pasalnya, pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan tindakan penurunan angka stunting sesuai target tahun 2024. Yap, memang saat ini angka tersebut semakin turun dari tahun ke tahun, meskipun masih belum mencapai target yang diharapkan.
Isu ini harus segera dituntaskan mengingat risiko kerugian negara secara ekonomi akibat penurunan daya beli dan peningkatan kesakitan masyarakat. Kira-kira berapa banyak kerugian yang ditimbulkan? Yuk, simak penjelasannya di sini!
Faktanya di Indonesia
Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan stunting untuk mencapai target yaitu sebesar 14% sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2024. Faktanya, tahun 2022 angka stunting di Indonesia masih sebesar 21,6%. Menurut data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), kabupaten Nusa Tenggara Timur menjadi daerah degan kasus tertinggi di Indonesia sebesar 35,5%, disusul Sulawesi Barat (35%) dan Papua (34,6%).
Kerugian yang ditanggung negara
Apabila isu ini belum mampu tertangani dengan baik, maka berisiko menciptakan kerugian negara akibat dampak ekonomi yang ditimbulkan. Balita stunting akan mengalami penurunan produktivitas karena terjadinya penurunan kognitif.
Selain itu, balita juga berisiko mengalami penurunan daya imun yang mengakibatkan berbagai penyakit infeksi, overweight, obesitas, serta Penyakit Tidak Menular (PTM). Penurunan kognitif dan penurunan imun tersebut menciptakan rendahnya daya beli generasi Indonesia masa datang.
Berdasarkan salah satu studi dalam Jurnal Gizi Pangan, besar rata-rata potensi kerugian Indonesia akibat balita stunting yaitu sebesar Rp3.057 hingga Rp13.758 miliar. Pasalnya, rendahnya daya beli akan memengaruhi jenis pekerjaan yang diperoleh, penurunan produktivitas saat bekerja, dan gaji yang diterima. Oleh karena itu, kerugian ekonomi per orang bisa mencapai Rp 1,7 juta/tahun atau Rp 71 juta selama kurun waktu usia produktif yaitu pada usia 15 – 64 tahun.
Lingkaran kemiskinan
Daerah dengan angka stunting tinggi cenderung memiliki tingkat kemiskinan tinggi pula. Nusa Tenggara Timur sebagai daerah dengan angka stunting tertinggi di Indonesia menempati peringkat provinsi miskin ke-3, sementara Papua menempati peringkat ke-1 provinsi miskin di Indonesia.
Antara stunting dan kemiskinan menimbulkan lingkaran setan yang tidak ada habisnya. Jika kondisi kesehatan balita buruk maka produktivitas ketika dewasa pun menurun yang mana akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Jika kasus ini terjadi dalam jumlah besar, maka timbulah kondisi kemiskinan secara masif yang berdampak pada keamanan pangan, serta kuantitas dan kualitas pangan yang kurang. Rendahnya akses pangan tersebut berisiko meningkatkan angka stunting dan akan terus berulang jika lingkaran tidak diputus melalui intervensi yang tepat.
Sahabat Sehat, mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk dimanapun merupakan bentuk kontribusi SDGs ke-1, sementara menghilangkan kelaparan dan mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik merupakan bentuk kontribusi SDGs ke-2. Keduanya merupakan target pencapaian Indonesia dalam rentang waktu yang telah ditentukan sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Editor & Proofreader: Zafira Raharjanti, STP
Sangat menarik