Sahabat Sehat, berbagai efek baik positif maupun negatif media sosial pada kehidupan masih menjadi topik hangat. Tak hanya isi konten, tetapi frekuensi berseluncur juga menjadi pembahasan, bahkan dijadikan bahan penelitian. Frekuensi ini dikaitkan dengan hubungannya terhadap kepekaan saraf pada usia remaja.
Lanskap Penggunaan Media Sosial oleh Remaja
Survei Pew Research Center tahun 2018 terhadap hampir 750 anak berusia 13-17 tahun menemukan bahwa, 45% partisipan hampir selalu online dan 97% diantaranya menggunakan platform media sosial, seperti YouTube, Facebook, Instagram, atau Snapchat. YouTube menduduki puncak lanskap online remaja 2022 dengan pengguna hingga 95% partisipan remaja. Sedangkan, TikTok ada di urutan kedua dengan 67%, diikuti Instagram dan Snapchat, rasio penggunaan dua platform ini adalah 6 dari 10 remaja. Facebook digunakan 32% partisipan, diikuti Twitter, Twitch, WhatsApp, Reddit, dan Tumblr.

Dalam studi tersebut terlihat adanya beberapa perbedaan demografis yang mencolok dalam pilihan media sosial remaja. Remaja laki-laki lebih cenderung menggunakan YouTube, Twitch, dan Reddit. Sedangkan, remaja perempuan lebih cenderung menggunakan TikTok, Instagram, dan Snapchat. Hal ini menunjukkan bahwa gender juga mempengaruhi pilihan media sosial remaja.
Kekhawatiran terhadap Penggunaan Media Sosial
Sebuah survei dilakukan oleh Royal Society for Public Health menanyai remaja berusia 14-24 tahun di Inggris menunjukkan bagaimana platform media sosial memengaruhi kesehatan dan kesejahteraan. Hasil survei menemukan bahwa Snapchat, Facebook, Twitter, dan Instagram semuanya berhubungan dengan peningkatan perasaan depresi, kecemasan, citra tubuh yang buruk, dan kesepian.
Sebuah studi tahun 2017 terhadap lebih dari setengah juta siswa kelas 8-12 di Amerika Serikat menemukan bahwa jumlah siswa dengan gejala depresi tingkat tinggi meningkat 33% antara tahun 2010 dan 2015. Pada periode yang sama, tingkat bunuh diri untuk anak perempuan dalam kelompok usia tersebut meningkat hingga 65%. Beberapa ahli melihat peningkatan depresi sebagai bukti bahwa koneksi yang dibentuk pengguna media sosial secara elektronik tidak memberi kepuasan emosional dan membuat pengguna lebih terisolasi secara sosial.

Media Sosial dan Perkembangan Otak
Media sosial dianggap sebagai platform untuk mengakses penghargaan sosial dalam bentuk suka dan komentar. Penelitian melibatkan 169 siswa pada grade 7 dan 8 di tiga sekolah menengah di North Carolina dilakukan untuk melihat pengaruh frekuensi akses media sosial dan aktivitas saraf.
Partisipan ditanya berapa kali membuka Facebook, Instagram, dan Snapchat dalam sehari dan diperlihatkan isyarat yang menunjukkan apakah mereka dapat menerima umpan balik sosial dalam bentuk hadiah, hukuman, atau tanggapan netral. Para peneliti mengamati berbagai pola perkembangan otak di wilayah yang berhubungan dengan emosi, motivasi, dan pengendalian diri berdasarkan perilaku mengecek media sosial.
Remaja yang sering mengecek Facebook, Instagram, dan Snapchat menunjukkan peningkatan kepekaan aktivitas saraf terhadap umpan balik sosial dari waktu ke waktu. Namun, aktivitas otak ini berkurang pada bagian amigdala (berhubungan dengan emosi, perilaku dan memori), insula posterior (pemrosesan informasi pendengaran dan somestetik), striatum ventral (motivasi, interaksi dan daya ingat), dan korteks prefrontal dorsolateral (berhiubungan dengan ekspresi verbal, ingatan, abstraksi, dan kemampuan dalam hubungan spasial) ketika mereka berharap mendapatkan penghargaan atau hukuman.
Partisipan yang jarang mengecek media sosial menunjukkan penurunan kepekaan. Suatu hal yang dinyatakan normatif pada remaja. Disimpulkan bahwa menunjukkan penggunaan media sosial terkait dengan perkembangan sensitivitas saraf untuk mengantisipasi penghargaan dan hukuman sosial.
Adanya pengaruh frekuensi penggunaan media sosial yang berpengaruh pada kepekaan aktivitas saraf masih diteliti lebih lanjut. Hal ini dikarenakan adanya hipotesis bahwa efek negatif media sosial juga terjadi pada perkembangan otak.
Semoga informasi ini bisa membuat Sahabat Sehat lebih bijak dalam mengelola waktu untuk menggunkan sosial media. Salam sehat!