Waspadai Algal Bloom dan Risiko Cyanotoxin pada Seafood!

algal bloom dan risikonya bagi kesehatan
Foto: Pexels.com

Sahabat Sehat, mungkin kamu pernah melihat berita mengenai algal bloom di Pantai Jakarta. Frekuensi algal bloom semakin meningkat tiap tahunnya. Dampak negatif yang ditumbulkan seperti kematian massal organisme perairan, penurunan kualitas air dan keracunan akibat konsumsi makanan terkontaminasi cyanotoxin.

Apa itu Algal Bloom?

Cyanobacteria, dikenal sebagai ganggang biru-hijau, ditemukan secara alami di danau, sungai, kolam dan perairan lainnya. Pada kondisi lingkungan tertentu, seperti suhu air menghangat dan ketersediaan nutrisi melimpah, cyanobacteria dengan cepat membentuk harmful algal blooms (HABs). Dikutip dari LIPI, Ir. Tumpak Sidabutar M.Sc., Peneliti P2 Oseanografi-LIPI menyatakan ada sekitar 300 jenis alga terkategori sebagai HABs (beracun) tersebar di seluruh dunia. Perairan Indonesia memiliki sekitar 35 jenis HABs yang tersebar di berbagai perairan.

Algal bloom atau pertumbuhan alga yang berlebihan dapat terlihat oleh mata telanjang dan ditandai dengan perubahan warna permukaan air menjadi hijau, biru-hijau, merah, atau coklat, tergantung jenis alga. Algal bloom dapat mendorong simbiosis cyanobacteria dan organisme lainnya untuk memproduksi toksin. Didasarkan pada produksi toksin, di mana manusia dapat terpapar cyanotoxin melalui rute yang berbeda, bahkan WHO memasukkan cyanobacteria dalam daftar emerging health issues.

Bahaya Cyanotoxin

Semakin banyak efek negatif pada kulit, sistem pencernaan, pernapasan, dan saraf manusia. Penyakit degeneratif serta kematian anjing dan ternak, di Amerika Serikat dan Eropa dikaitkan dengan algal bloom yang terjadi di perairan dan mengontaminasi air dengan cyanotoxin.

Meskipun ngga semua cyanobacteria memproduksi toksin, beberapa mampu merilis toksin di bawah kondisi lingkungan tertentu. Toksin yang diproduksi antara lain microcystins, saxitoxin, anatox in, ciguatoxin, β-N-methylamino-L-alanine (BMAA†), lipopolisakarida (LPS) endotoksin, cylindrospermo psin, dan nodularin. Produksi toksin ini bergantung beberapa faktor seperti komposisi dan suhu air, kecepatan arus dan ketersediaan nutrien yang kaya nitrogen dan fosfor.

Cyanotoxin pada Rantai Makanan

risiko cyanotoxins pada seafood
Foto: Pixabay.com

Cyanobacteria menempel dan terakumulasi (bioakumulasi) di krustasea seperti udang dan kepiting, maupun di permukaan, sirip dan insang ikan. Selain itu menempel pada moluska, kerang, dan rumput laut, terkadang juga membentuk biofilm pada bagian luar bivalvia seperti kerang. Ketika seafoods, rumput laut, atau air terkontaminasi cyanotoxins, toksin tersebut akan menempel di celah dan permukaan dalam, serta menginvasi organ dalam.

Bioakumulasi dan global warming memicu peningkatkan toksin dalam suplai makanan. Kondisi ini memberi ancaman serius bagi kesehatan manusia. Cyanotoxin termasuk asam amino non-protein seperti: BMAA dikaitkan dengan dengan gejala Parkinsonian, Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS), dan gangguan neurodegeneratif lainnya.

Level Keamanan untuk Cyanotoxin

Air minum terkontaminasi cyanotoxin pada tingkat melebihi level yang ditentukan U.S. Environmental Protection Agency dapat menyebabkan sakit perut, muntah dan diare serta kerusakan hati dan ginjal pada jangka panjang. Terkait batas keamanan, US Environmental Protection mengeluarkan “Rekomendasi Kesehatan 10-hari” untuk cyanotoxin jenis microcystins dan silindrospermopsin.

Rekomendasi tersebut dikembangkan untuk populasi : 1) bayi dan anak-anak < 6 tahun (0,3 µg/L microcystins dan 0,7 µg/L silindrospermopsin) dan 2) dewasa dan anak-anak > 6 tahun (1,6 µg/L microcystins dan 3,0 µg/L silindrospermopsin). Kelompok individu yang lebih rentan terhadap cyanotoxin termasuk ibu hamil dan menyusui, individu dengan gangguan kondisi liver, pasien pengobatan dialisis, orang usia lanjut, serta populasi sensitif lainnya.

Sahabat Sehat, jika kamu melihat algal bloom di perairan sekitar segera laporkan ke dinas lingkungan atau dinas kesehatan terdekat secepatnya, ya!

Editor & Proofreader: Zafira Raharjanti, STP

Referensi

Abeysiriwardena NM, Gascoigne SJL, Anandappa A. Algal Bloom Expansion Increases Cyanotoxin Risk in Food. Yale J Biol Med. 2018 Jun 28;91(2):129-142. PMID: 29955218; PMCID: PMC6020737.

Arifin Z. 2012. Waspadai Alga (Ganggang) Beracun di Perairan Indonesia. http://lipi.go.id/siaranpress/waspadai-alga-ganggang-beracun-di-perairan-indonesia/13557. Diakses 7 Juni 2022.

Burns J. Toxic cyanobacteria in Florida waters. Adv Exp Med Biol. 2008;619:127-37. doi: 10.1007/978-0-387-75865-7_5. PMID: 18461767.

Environmental Health Program. 2018. Are Naturally Occurring Algal Toxins in Water Resources a Health Hazard?. https://www.usgs.gov/programs/environmental-health-program/science/are-naturally-occurring-algal-toxins-water-resources. Diakses 7 Juni 2022.

Manganelli M, Scardala S, Stefanelli M, Palazzo F, Funari E, Vichi S, Buratti FM, Testai E. Emerging health issues of cyanobacterial blooms. Ann Ist Super Sanita. 2012;48(4):415-28. doi: 10.4415/ANN_12_04_09. PMID: 23247138.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.