Ancaman Bigorexia dan Obsesi Tubuh Berotot

Memiliki tubuh berotot merupakan impian, bahkan dapat menjadi obsesi tersendiri bagi laki-laki. Jika perempuan memiliki kecenderungan mengalami anorexia, maka sebaliknya bigorexia lebih sering dialami laki-laki. Seperti yang Sahabat Sehat ketahui, anorexia adalah kondisi ketika seseorang selalu merasa takut dan khawatir berlebih akan kelebihan berat badan. Lalu, bagaimanakah dengan bigorexia?

 

mengenal bigorexia
Foto: Unsplash.com

Apa itu Bigorexia?

Gangguan citra tubuh yang paling sering dibahas adalah anorexia dan bulimia yang biasanya dialami oleh perempuan. Ternyata, gangguan citra tubuh juga bisa dialami oleh laki-laki, biasanya karena terobsesi melakukan transformasi dari yang kurus hingga memiliki otot yang besar.

Bigorexia atau dismorfi otot merupakan kondisi ketika seseorang terobsesi untuk memiliki otot yang besar hingga melakukan apapun untuk mendapatkannya. Pada kondisi ini, seseorang bukan berfokus pada proses untuk mendapatkan otot kekar tersebut, namun hanya fokus pada hasil dari seberapa besar perubahan otot yang dimiliki. Kondisi ini juga dapat dikatakan sebagai gangguan obsesif-kompulsif yang lebih spesifik dikategorikan sebagai gangguan dismorfik tubuh serta adanya paksaan untuk mencapai tingkat otot dan ramping yang diinginkan.

Tanda dan Gejala Bigorexia

Kondisi ini ditandai dengan adanya sifat individu terobsesi dan memiliki keyakinan bahwa tubuh harus lebih ramping dan berotot, melakukan diet dan angkat berat secara berlebihan dan cenderung memaksakan dirinya. Lalu, untuk bisa dikatakan sebagai bigorexia, ada empat hal yang menjadi ciri utama.

Pertama, terlalu mengutamakan program membentuk otot hingga dapat kehilangan karir, kehidupan sosial dan kegiatan lainnya. Kedua, adanya rasa ngga nyaman, menyesal, kegelisahan atau bahkan kekhawatiran berlebihan jika tidak melakukan kegiatan untuk memperbesar otot.

Ketiga, merasa bahwa kinerja atau hubungan sosial dan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh tubuh yang dimiliki. Keempat, memiliki kecenderungan untuk melakukan apapun jika merasa tujuan atau goal yang diinginkan tidak tercapai. Berbeda dari anorexia nervosa yang merasa khawatir dengan kelebihan berat badan, kondisi bigorexia merasa bahwa tubuhnya terasa kecil dan tidak berotot.

bigorexia dan dampaknya
Foto: Unsplash.com

Bagaimana Dampaknya?

Sama seperti gangguan kesehatan lainnya bigorexia tentunya memiliki dampak yang buruk terhadap kehidupan seseorang yang mengalaminya. Salah satu dampak yang paling sering muncul yaitu pola makan yang ngga teratur; terlalu fokus berolahraga hingga mengorbankan kehidupan sosial, karir dan bahkan percintaan; melakukan diet ekstrem; memaksakan diri untuk berolarga meskipun sakit. kemungkinan melakukan penyalahgunaan obat seperti steroid; penggunaan suplemen berlebihan seperti creatine; serta selalu merasa ngga puas dengan tubuh yang dimiliki.

Bigorexia merupakan ancaman yang masih sering disepelehkan oleh sebagian besar laki-laki, tapi ngga menutup kemungkinan untuk dialami oleh perempuan. Kondisi ini biasanya ngga akan menujukkan dampaknya secara langsung karena baru akan terlihat dalam rentang waktu tertentu.

Memperbaiki diri adalah hal yang baik, namun jika kamu melakukannya secara berlebihan malah akan memberi dampak buruk. Kuncinya, lakukanlah perubahan sewajarnya sesuai kemampuan dan tetaplah bersyukur ya, Sahabat Sehat!

Editor & Proofreader: Zafira Raharjanti, STP

Referensi

James E. Leone; Edward J. Sedory; Kimberly A. Gray. 2005. Recognition and Treatment of Muscle Dysmorphia and Related Body Image Disorders. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1323298/pdf/i1062-6050-40-4-352.pdf . Diakses pada tanggal 19 Agustus 2022.

Roberto Olivardia. 2001. Mirror, Mirror on the Wall, Who’s the Largest of Them All? The Features and Phenomenology of Muscle Dysmorphia. https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/hrp.9.5.254.259?journalCode=ihrp20 .  Diakses pada tanggal 19 Agustus 2022

Roberto Olivardia, Ph.D., Harrison G. Pope Jr., M.D., M.P.H., and James I. Hudson. 2000. Muscle Dysmorphia in Male Weightlifters: A Case-Control Study. https://ajp.psychiatryonline.org/doi/full/10.1176/appi.ajp.157.8.1291. Diakses pada tanggal 19 Agustus 2022.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.