Teman Sehat, asam lemak omega-3 merupakan lemak tak jenuh ganda yang bertanggung jawab atas sebagian besar manfaat minyak ikan untuk kesehatan otak dan mental. Minyak ikan mengandung dua jenis asam lemak omega-3-EPA dan DHA yang memiliki fungsi antiinflamasi yang kuat.
Asam lemak omega 3 memiliki manfaat pada peradangan, obesitas, penyakit jantung, kanker, fungsi kognitif terutama mencegah dimentia dan alzheimer. Lalu bagaimana hubungannya dengan kondisi seseorang yang menegalami depresi?
EPA dan DHA

Dalam makanan, EPA dan DHA hampir secara eksklusif ditemukan pada ikan berlemak dan minyak ikan (tuna, salmon, makarel, dan sarden). Kebanyakan orang ngga mengonsumsi ikan dalam jumlah yang disarankan, sehingga banyak orang yang masih belum mendapatkan cukup EPA dan DHA dalam makanan mereka.
Tubuh bisa membuat EPA dan DHA dari omega-3 lain yang disebut alpha-linolenic acid (ALA), yang ditemukan di sejumlah sumber makanan, seperti kenari, biji rami, biji chia, minyak kanola, kedelai, dan minyak kedelai. Tapi, manusia ngga bisa mengubah ALA menjadi EPA dan DHA dengan efisien, hanya kurang dari 10% jumlah ALA yang kamu konsumsi bisa diubah menjadi EPA atau DHA.
Asam lemak omega-3 EPA dan DHA sangat penting untuk fungsi, perkembangan, dan pemeliharaan otak. Mereka berlimpah di membran sel otak, menjaga kesehatan membran sel dan memfasilitasi komunikasi antar sel otak.
Omega-3 dan kesehatan mental
Orang-orang telah lama mengira bahwa kecukupan asam lemak omega 3 terkait dengan peningkatan kesehatan mental, tetapi apakah penelitian tersebut benar mendukung klaim ini?

Sebuah tinjauan studi klinis baru-baru ini menyimpulkan bahwa mengonsumsi suplemen minyak ikan memperbaiki gejala depresi pada orang dengan depresi, dengan efek yang sebanding dengan obat antidepresan.
Hasil yang sama juga disampaikan oleh Mocking dkk. yang menunjukan hubungan terbalik antara tingkat kortisol dengan konsentrasi EPA dan DHA dalam darah pada individu yang tertekan. Selain itu pemberian suplemen EPA selama delapan minggu menunjukan rendahnya kadar kortisol serum pada pasien yang didiagnosis depresi dan meningkatkan gejala depresi pada pasien yang sama.
Mekanisme yang mendasari peran asam lemak omega-3 pada depresi, yaitu dengan mengatur jalur sinyal BDNF, IGF 1 untuk mendukung sintesis neurotransmitter melalui mitogen-activated protein kinase (MAPK) dan kalsium atau calmodulin-dependent protein kinase II (CAMK II). Asam lemak omega-3 bertindak di hippocampus untuk mencegah atau mengurangi timbulnya depresi.
Peran asam lemak omega-3
Penelitian dengan hewan model yang diberi diet EPA selama 6 minggu menunjukan peningkatan dopamin dan serotonin (hormon pengendali emosi) di hippocampus. Tapi, asam lemak omega-3 ngga hanya memainkan peran di hippocampus, akan tetapi juga memiliki peran di hypothalamic-Pituitary Adrenal (HPA) axis. Kekurangan asam lemak omega-3 bisa mengurangi dopamin pada neurotransmisi di prefrontal cortex (PFC) yang memicu gejala depresi.
Asam lemak omega-3 juga mengatur fungsi neurotransmitter termasuk responsivitas, transduksi sinyal, fosfolipid omset, pencegah kematian neuronal, dan peradangan pada saraf. Mekanismenya terjadi di hippocampus, HPA, dan PFC dengan memaikan peran pada neurotransmisi serotonin, dopamin, dan hormon kortisol.
Berapa banyak omega-3 yang perlu dikonsumsi?

Ngga ada rekomendasi resmi mengenai berapa banyak omega-3 dari minyak ikan yang perlu kamu konsumsi untuk melihat manfaatnya pada fungsi otak dan kesehatan mental. Jumlah yang digunakna sangatlah bervariasi.
BPOM Amerika Serikat (FDA) menetapkan batas atas yang aman untuk asupan suplemen omega-3 adalah 3.000 mg per hari. Sedangkan Otoritas Keamanan Pangan Eropa (ESFA) menetapkan rekomendasi yang sedikit lebih tinggi, yaitu ngga lebih dari 5.000 mg per hari.
Teman Sehat, mengonsumsi 1.000–2.000 mg asam lemak omega-3 dari minyak ikan setiap hari kemungkinan besar merupakan titik awal yang baik. Orang dengan depresi disarankan untuk memilih suplemen minyak ikan dengan jumlah EPA yang lebih tinggi.
