Halo, Teman Sehat! Seringkali kamu mendengar istilah ‘darah rendah’ yang ditandai dengan tubuh terasa lemas, pusing, pucat dan berkunang-kunang? Padahal bisa jadi ciri tersebut bukanlah ‘darah rendah’ tetapi ‘kurang darah’, ataupun kombinasi keduanya.
Nah ternyata, penggunaan istilah ini terkadang kurang tepat loh, Teman Sehat, sebab dalam medis dikenal istilah ‘anemia’ atau kurang darah, serta ‘hipotensi’ atau tekanan darah rendah. Serupa tapi tak sama, apa bedanya, ya? Yuk, simak ulasan berikut.
Hipotensi: Tekanan Darah Rendah
Teman Sehat, tekanan aliran darah pada arteri yang lebih rendah dari normalnya terkadang menyebabkan munculnya beberapa gejala seperti sakit kepala, lemas, penglihatan kabur, hingga hilang kesadaran atau pingsan. Nah, seseorang dikatakan memiliki tekanan darah rendah apabila memiliki tensi di bawah 90/60 mmHg, sedangkan normalnya adalah 120/80 mmHg.
Kondisi ini biasanya juga menjadi salah satu gejala indikasi dari anemia. Selain itu, terdapat pula postural hypotension yakni kondisi munculnya gejala tekanan darah rendah saat kamu berubah posisi terlalu cepat, seperti perpindahan posisi dari duduk ke berdiri. Umumnya, hipotensi dapat ditangani dengan perubahan pola hidup sehat seperti konsumsi pangan bergizi seimbang, banyak minum air putih dan berolahraga, meski pada beberapa kasus juga diperlukan obat-obatan khusus dari dokter. FYI, tekanan darah bisa juga lebih rendah pada lansia, ibu hamil, kondisi medis seperti diabetes, serta efek dari konsumsi obat tertentu.
Anemia: Kurang Darah
Anemia merupakan kondisi saat jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin lebih rendah dari normal yang ditandai dengan gejala seperti kelelahan, lemah, pusing, dan sesak napas. Kadar hemoglobin normal sendiri berbeda sesuai usia, jenis kelamin, tempat tinggal, kebiasaan merokok, dan status kehamilan.
Umumnya, anemia disebabkan oleh kurangnya asupan gizi tertentu terutama zat besi, meski bisa juga disebabkan kurangnya asupan asam folat, vitamin B12 dan A, serta adanya penyakit menular, seperti malaria, tuberkulosis, HIV dan infeksi parasit.
Sumber Zat Gizi untuk Anemia dan Hipotensi
Sampai saat ini, anemia merupakan salah satu permasalahan kesehatan global yang cukup serius. WHO memperkirakan bahwa 42% anak di bawah usia 5 tahun dan 40% wanita hamil di seluruh dunia menderita anemia. Nah, salah satu penyebabnya yaitu pola hidup yang ngga seimbang. Kamu bisa mempertimbangkan untuk mengonsumsi makanan berikut:
- Zat Besi, seperti hati, daging merah, biji-bijian (kedelai, edamame, kacang merah), kacang-kacangan dan serealia terfortifikasi besi.
- Vitamin A, bisa berasal dari sayur dan buah dengan kandungan betakaroten (wortel, bayam, mangga, pepaya), keju, telur, minyak ikan, susu, yoghurt, hati.
- Vitamin B2, seperti susu, keju, yoghurt, jamur.
- Vitamin B9 atau asam folat, seperti dari brokoli, kubis, kangkung, bayam, kacang merah, kacang polong, buncis dan hati
- Vitamin C, yang membantu penyerapan zat besi seperti dari jeruk, tomat, stroberi, brokoli, dll.
- Vitamin D, seperti minyak ikan, kuning telur, daging merah, hati.
- Vitamin E, dari minyak nabati, kacang-kacangan, sereal.
- Copper/tembaga, berperan dalam metabolisme zat besi, dapat berasal dari kacang-kacangan, kerang dan jerohan.
Nah, bagaimana Teman Sehat, sudah cukup jelas kan perbedaannya? Serupa tapi tak sama, baik anemia maupun hipotensi juga erat kaitannya dengan prinsip gizi seimbang. Because gut is the second brain, yuk bijak menata isi piring untuk hidup yang lebih berkualitas! Stay healthy, Teman Sehat!